Tuesday, October 18, 2011

Budaya Praktis Salah Siapa?



"eehh.. udah pada tahu belum bakal keluar gadget baru? udah punya belum aplikasi baru yang keren itu? udah pada ngerjain tugas belum?banyak kok bahan di google." inilah kalimat yang sering kita dengar di sekitaran kawula muda saat ini. makin kesini zaman makin berkembang jauh tidak hanya dalam bidang pendidikan, budaya, sosial, tetapi sudah sampai pada bidang teknologi dan semua bidang kehidupan.

kalo kita sedikit melihat kebelakang, negara kita dulu untuk berkomunikasi saja itu masih sangat sulit dalam arti hanya sedikit media yang tersedia bahkan terbentur dengan jarak bahkan nilai ekonomisnya. seperti surat-menyurat yang memakan waktu, fasilitas wartel yang di beri tarif tidak terbilang murah dan lainnya. bahkan tidak sedikit yang mengeluh pada pemerintah bahwa mereka (rakyat) menuntut adanya perbaikan pada sistem-sistem dan fasilitas yang ada agar dapat meminimalisir semua faktor penghambat.

dulu, kita melakukan segala sesuatu itu serba "bergerak" tidak praktis, semua ada usahanya sehingga menciptakan generasi yang memiliki jiwa juang dan niat berusaha dalam segala hal. saat mengerjakan tugas-tugas bahkan kerjaan pun kita harus melakukan itu semua dengan manula, sampai tiba akhirnya negara kita mencapai pada tahap berkembang dalam hal-hal vital yang membuat segala sesuatunya semakin mudah dan praktis. seperti mulai banyaknya telepon gengam yang beredar dengan harga bersaing, ditambah dengan masuknya fitur internet di bidang teknologi yang "memudahkan" kita mengerjakan apapun.

hal-hal tersebut membuat kita lupa bahwa sebenarnya perkembangan yang terjadi itu jika kita tidak kendalikan dan sikapi dengan bijak dapat membawa kita kepada dampak yang buruk.
ya coba bayangkan saja, sekarang tidak sedikit kan yang mulai "lupa" dengan jasa kantor pos? karena semua sudah mulai terikat dengan sistem praktis yang dapat dilakukan bahkan saat kita sedang diatas ranjang tidur, kemudian dalam mengumpulkan data atau menulis sesuatu kita pun dapat dengan mudah mendapat data melalui internet dan bisa saja tanpa pikir panjang kita langsung meng-copas sehingga dapat selesai secara cepat tanpa "usaha mandiri".

itu hanya gambaran saja, karena pada kenyataannya generasi kita sudah berubah menjadi generasi praktis yang mulai terbuai dan terikat pada kecanggihan kemajuan yang terjadi terutama pada bidang teknologi. tidak sedikit semua kreasi-kreasi generasi kita sekarang adalah hanya hasil dari kreasi orang lain yang dengan mudah didapat melalui internet kemudian "memodifikasi"nya sedikit dan *booom* jadilah karya yg katanya itu hasil orisinil.

hal-hal  seperti ini membuat kita menjadi generasi yang menyalah-artikan bahkan menyalah-gunakan perkembangan yang ada dan membuat kita semakin merasa hebat padahal sesungguhnya kita nampak sebagai generasi yang "bodoh dan malas". lalu sadar kah (lagi) bahwa kita sekarang menyalahkan pihak-pihak yang membawa perkembangan yang kita minta?

seharusnya kita lebih sadar diri dalam mengendalikan "keinginan" kita dalam menggunakan semua hal tersebut, ingatlah bahwa kita ini adalah individu yang merdeka seharusnya  kita pun bisa menjadi pemikir kenapa bisa menjadi generasi seperti sekarang.

jadi, coba sekarang kita pikir lagi bersama.. siapa kah yang salah ketika sekarang kita membudayakan budaya praktis?

Saturday, October 8, 2011

Ketika Kita "Medewakan" Simbol Agama


Dulu bangsa kita menganut sistem kepercayaan sebelum masuknya agama ke dalam indonesia. banyak benda bahkan mahkluk hidup yang menjadi suatu lambang atau simbol magis penyembahan. tapi semua berubah dan berkembang seiring berjalannya waktu, sistem kepercayaan mulai "membias" dan "digantikan" dengan agama.

Agama di negara kita tidak hanya satu melainkan beragam dan semua mengajarkan tentang kasih bukan kekerasan, kesatuan bukan perpecahan, dan berbagi bukan privatisasi. tak lupa yang utama adalah agama mengajarkan untuk mengenal sang Pencipta, dengan melalui ajaran-ajaran tersebut. 

Setiap agama memiliki simbol-simbol nya sendiri, seperti contohnya yang kebanyakan diketahui adalah umat muslim identik dengan tasbih, lalu umat nasrani dengan salib, dan lainnya jg demikian. yang mana simbol tersebut adalah sebagai "identitas" iman yang dipegang oleh siapapun itu, sehingga banyak pula diaplikasikan kedalam beberapa media kreatifitas seperti kedalam mode fashion, seni, dan lainnya.

tetapi sadarkah kita kalau sekarang simbol-simbol tersebut sudah kita "Tuhan" kan? kenapa bisa disimpulkan seperti itu? karena sekarang kebanyakan orang kalo kita lihat lebih "mendewakan" simbol-simbol tersebut untuk hal perlindungan, rezeki, pembawa mukjizat dan lainnya. caranya? memakainya, menaruhnya, dan menyimpannya di tempat-tempat tertentu dan menganggap itu akan "membawa dan memberi" sesuatu. tanpa sadar kita lupa bahwa bukan benda-benda tersebut yang memberikan itu semua, bukan benda itu juga yang memberikan kehidupan pada kita, melainkan Sang Pencipta tetapi kita menduakan-Nya. 

kita selalu berteriak kepada mereka yang dahulu menyembah berhala dan mengatakan bahwa mereka adalah kafir karena tidak percaya dengan adanya Tuhan, tetapi coba mari kita lihat kembali diri kita yang  "mendewakan" simbol-simbol agama menjadi suatu hal yang dapat memberikan apa yang Tuhan berikan kepada kita (kuasa tuhan, kehidupan, berkat, musibah, dll). bukankah kita termasuk kafir jika menjadikan simbol itu melebihi dari Tuhan? kita kah generasi yang maju ini?memang tidak semua orang "mendewakan" tetapi kebanyakan dari kita melakukan itu dengan sadar ataupun tidak.

mari kita introspeksi diri kita lalu saling mengingatkan bahwa benda hanyalah  benda walaupun itu menjadi suatu simbol suci, ingat bahwa kuasa sesungguhnya itu datang dari pada-Nya. kita memang tidak bisa membatasi kefanatikan seseorang, tetapi setidaknya kefanatikan itu tidak keluar dari jalurnya. 

"Tuhan itu satu, tetapi dikenal dengan banyak wajah dan nama. DIA juga hanya mengajarkan satu hal, Kasih bukan kekerasan"

*NB: bacalah dengan pemikiran yang luas dan terbuka